Senin, 10 Agustus 2020

Membedah bid'ah

 Menyantuni Anak Yatim di Hari Asyura dan Ritual Syi'ah


Pertanyaan :


Saat ini banyak tersebar keyakinan di masyarakat tentang anjuran menyantuni anak yatim di hariasyura. Apakah benar demikian ?? Adakah dalil tentang hal ini ??



Jawaban :


Ada dua kelompok yang menyimpang dari ajaran Islam yang lurus banyak memiliki kepentingan terkait hari Asyura :


Pertama, kelompok Syiah. Mereka menjadikan hari Asyura sebagai hari berkabung dan belasungkawa, mengenang kematian sahabat Husein. Mereka lampiaskan kesedihan di hari itu dengan memukul-mukul dan melukai badan sendiri.


Kedua, rival dari kelompok Syiah, merekalah An-Nashibah, kelompok yang sangat membenci ahli bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah orang Khawarij dan kelompok menyimpang dari Bani Umayah, yang memberontak pada pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, memproklamirkan menjadi musuh Syiah Rafidhah. Mereka memiliki prinsip mengambil sikap yang bertolak belakang dengan Syiah.


Syaikhul Islam Ibnu taimiyah mengatakan, “Dulu di Kufah terdapat kelompok Syiah, yang mengkultuskan Husein. Pemimpin mereka adalah Al-Mukhtar bin Ubaid Ats-Tsaqafi Al-Kadzab (Sang pendusta). Ada juga kelompok An-Nashibah (penentang), yang membenci Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Salah satu pemuka kelompok An-nashibah adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan terdapat hadis yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda :


سيكون في ثقيف كذاب ومبير


"Akan ada seorang pendusta dan seorang perusak dari Bani Tsaqif"(HR. Muslim)


Si pendusta adalah Al-Mukhtar bin Ubaid –gembong syiah– sedangkan si perusak adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi.


Orang Syiah menampakkan kesedihan di hari Asyura, sementara orang Khawarij menampakkan kegembiraan. Bid’ah gembira berasal dari manusia pengekor kebatilan karena benci Husein radhiallahu’anhu, sementara bid’ah kesedihan berasal dari pengekor kebatilan karena yang mengklaim cinta Husein. Dan semuanya adalah bid’ah yang sesat. Tidak ada satu pun ulama besar empat madzhab yang menganjurkan untuk mengikuti salah satunya. Demikian pula tidak ada dalil syar’i yang menganjurkan melakukan hal tersebut.



[Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah, 4:555]



Di beberapa negara Islam, keyakinan semacam ini sempat tersebar. Sebagian kalangan menganjurkan agar kaum muslimin banyak menyantuni anak yatim ketika hari Asyura. Dalam rangka menyenangkan anak-anak, sebagaimana ketika hari raya. Bisa jadi, anggapan ini merupakan cipratan dari prinsip Khawarij dan sebagian kalangan Bani Umayah seperti di atas.


Dan demikianlah kebiasaan ahli bid'ah. Mereka memiliki prinsip ekstrim kanan atau ekstrim kiri. Orang Syiah menjadikan hari Asyura sebagai hari berkabung sedunia. Meratapi kematian Husein, menurut anggapan mereka itu adalah kebaikan. Di sisi yang berlawanan, orang Khawarij dan kelompok menyimpang di kalangan Bani Umayah justru menjadikan hari tersebut sebagai hari kebahagiaan, sebagaimana layaknya hari raya. Karena mereka berprinsip untuk tampil'beda'dengan rivalnya Syiah.


Allahu a’lam


Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)


[Taken from : www.KonsultasiSyariah.com]



"""""""""""""""""""""""


Jika ritual syi'ah yang berkabung di hari Asyuro jelas-jelas bathil dan harus kita ingkari, lantas bagaimana menyantuni anak yatim di hari Asyuro ??? Bahkan diantara masyarakat kita juga menyebut momen ini sebagai hari raya-nya anak yatim. Adakah dalilnya mengenai hal ini ???


Memang terdapat sebuah hadits dalam kitab Tanbihul Ghafilin :


"Siapa yang mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim, di hari Asyuro’ (tanggal 10 Muharram), maka Allah akan mengangkat derajatnya, dengan setiap helai rambut yang diusap satu derajat."



Hadis ini menjadi motivator utama masyarakat untuk menyantuni anak yatim di hari Asyura. Sehingga banyak tersebar di masyarakat anjuran untuk menyantuni anak yatim di hari Asyura. Bahkan sampai menjadikan hari Asyura ini sebagai hari istimewa untuk anak yatim.


Namun sayangnya, ternyata hadis di atas statusnya adalah hadis palsu. Dalam jalur sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang bernama : Habib bin Abi Habib, Abu Muhammad. Para ulama hadis menyatakan bahwa perawi ini matruk (ditinggalkan)


Untuk lebih jelasnya, berikut komentar para ulama kibar dalam hadis tentang Habib bin Abi Habib :


a. Imam Ahmad : Habib bin Abi Habib pernah berdusta


b. Ibnu Ady mengatakan : Habib pernah memalsukan hadis (al-Maudhu’at, 2/203)


c. Adz Dzahabi mengatakan : “Tertuduh berdusta.” (Talkhis Kitab al-Maudhu’at, 207).


Karena itu, para ulama menyimpulkan bahwa hadis ini adalah hadis palsu.


Abu Hatim mengatakan : “Ini adalah hadis batil, tidak ada asalnya.” (al-Maudhu’at, 2/203)


Namun harus kita garisbawahi :


Keterangan di atas sama sekali bukan karena mengaingkari keutamaan menyantuni anak yatim. Bukan karena melarang anda untuk bersikap baik kepada anak yatim. Sama sekali bukan.


Tidak kita pungkiri bahwa menyantuni anak yatim adalah satu amal yang mulia. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan dalam sebuah hadis :


أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ كَهَاتَيْنِ فِى الْجَنَّةِ , وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى , وَفَرَّقَ بَيْنَهُمَا قَلِيلاً


“Saya dan orang yang menanggung hidup anak yatim seperti dua jari ini ketika di surga.” Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, dan beliau memisahkannya sedikit.”(HR. Bukhari no. 5304)


Dalam hadis shahih ini, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menyebutkan keutamaan menyantuni anak yatim secara umum, tanpa beliau sebutkan waktu khusus. Artinya, keutamaan menyantuni anak yatim berlaku kapan saja. Sementara kita tidak boleh meyakini adanya waktu khusus untuk ibadah tertentu tanpa dalil yang shahih.


Dalam masalah ini, terdapat satu kaidah terkait masalah ‘batasan tata cara ibadah’ yang penting untuk kita ketahui :


كل عبادة مطلقة ثبتت في الشرع بدليل عام ؛ فإن تقييد إطلاق هذه العبادة بزمان أو مكان معين أو نحوهما بحيث يوهم هذا التقييد أنه مقصود شرعًا من غير أن يدلّ الدليل العام على هذا التقييد فهو بدعة


“Semua bentuk ibadah yang sifatnya mutlak dan terdapat dalam syariat berdasarkan dalil umum, maka membatasi setiap ibadah yang sifatnya mutlak ini dengan waktu, tempat, atau batasan tertentu lainnya, dimana akan muncul sangkaan bahwa batasan ini merupakan bagian ajaran syariat, sementara dalil umum tidak menunjukkan hal ini maka batasan ini termasuk bentuk bid’ah.” [Qowa’id Ma’rifatil Bida’,hal. 52]


Karena pahala dan keutamaan amal adalah rahasia Allah, yang hanya mungkin kita ketahui berdasarkan dalil yang shahih.


Allahu a’lam.


Disunting dari tulisan Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)


[Artikel www.KonsultasiSyariah.com]



"""""""""""""""""""



Tambahan dari admin :


Hampir bisa dipastikan nantinya akan ada yang pura-pura kebingungan kemudian berceletuk :


"Nah lhooo, Wahabi melarang menyantuni anak yatim !!"


Walau syubhat ini sangatlah lemah, tapi tetap harus kita luruskan :


Tidak ada yang melarang untuk menyantuni anak yatim, bahkan hal ini sangatlah dianjurkan sebagaimana telah kita jelaskan. Maka silahkan menyantuni anak yatim sebanyak dan sesering yang anda mau dan anda mampu.


Tapi, jika kemudian waktunya dikhususkan, apalagi hanya bersandar pada hadits palsu, kemudian dalam pengkhususan waktu tsb diyakini terdapat keutamaan2 tertentu, maka inilah yang akan jadi masalah.


Semoga Allaah beri kapahaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Karya Spanduk dan Twibbon Pakai Coreldraw dalam rangka Hari Pahlawan Tahun 2021

https://twb.nz/haripahlawansman1ciktim